Tari Saman adalah sebuah tarian adat yang biasa ditampilkan untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam adat dan masyarakat Aceh. Syair dalam tarian Saman mempergunakan bahasa Arab dan bahasa Gayo. erakanSelain itu biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Nama tarian "Saman" diperoleh dari salah satu ulama besar NAD, Syech Saman.
Makna dan Fungsi
Tari saman merupakan salah satu media untuk pencapaian pesan (Dakwah). Tarian ini mencerminkan Pendidikan, Keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan.
Sebelum saman dimulai yaitu sebagai mukaddimah atau pembukaan, tampil seorang tua cerdik pandai atau pemuka adat untuk mewakili masyarakat setempat (keketar) atau nasehat-nasehat yang berguna kepada para pemain dan penonton.
Lagu dan syair pengungkapannya secara bersama dan kontinu, pemainnya terdiri dari pria-pria yang masih muda-muda dengan memakai pakaian adat. Penyajian tarian tersebut dapat juga dipentaskan, dipertandingkan antara group tamu dengan group sepangkalan ( dua group ). Penilaian ditititk beratkan pada kemampuan masing-masing group dalam mengikuti gerak, tari dan lagu (syair) yang disajikan oleh pihak lawan.
Nyanyian
Nyanyian para penari menambah kedinamisan dari tarian saman. Dimana cara menyanyikan lagu-lagu dalam tari saman dibagi dalam 5 macam :
1. Rengum, yaitu auman yang diawali oleh pengangkat.
2. Dering, yaitu regnum yang segera diikuti oleh semua penari.
3. Redet, yaitu lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang penari pada bagian tengah tari.
4. Syek, yaitu lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang tinggi melengking, biasanya sebagai tanda perubahan gerak
5. Saur, yaitu lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari setelah dinyanyikan oleh penari solo.
Gerakan
Tarian saman menggunakan dua unsur gerak yang menjadi unsur dasar dalam tarian saman: Tepuk tangan dan tepuk dada.Diduga,ketika menyebarkan agama islam,syeikh saman mempelajari tarian melayu kuno,kemudian menghadirkan kembali lewat gerak yang disertai dengan syair-syair dakwah islam demi memudakan dakwahnya.Dalam konteks kekinian,tarian ritual yang bersifat religius ini masih digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah melalui pertunjukan-pertunjukan.
Tarian saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik,kerena hanya menampilkan gerak tepuk tangan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak guncang,kirep,lingang,surang-saring (semua gerak ini adalah bahasa Gayo)
Seni Tari Jaipongan
Jaipongan adalah sebuah genre kesenian yang lahir dari kreativitas seorang seniman Bandung, yakni Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu membuat seorang Gugum Gumbira mengetahui dan mengenal betul perbendaharaan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kiliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, Pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak minced dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan.
Namun sebelum bentuk seni pertunjukkan itu muncul ada pengaruh yang melatar belakangi bentuk dari pergaulan tersebut. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukkan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan Ronggeng dan Pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan Ronggeng dalam seni pertunjukkan memilki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini popular sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukkan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur yang sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk dar goong. Demikian pula dengar gerak-gerak tarinya yang tidaN memiliki pola gerak yang baku kostum penari yang sederhanz sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring dengar rnemudarnya jenis kesenian d atas, mantan pamogorar (penonton yang berperan akti dalam seni pertunjukkan Ketuk Tilu/Doper/Tayub), beralih perhatiannya pada seni pertunjukkan Kiliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Purwakarta, Bekasi, Indramayu dan Subang) dikenal dengan sebutan Kiliningar, Bajidoran yang pola ibingnya maupun peristiwa pertunjukkannya mempunyai kemiripan dengar kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, dimana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian Topeng Banjet ini. Secara koreografi tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) dimana terdapat gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan_ Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat.
Kemunculan tarian hasil karya Gugum Gumbira pada awalanya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tiiu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi popular dengan sebutan Jaipongan.
Karya Jaipongan pertama yang dikenal oleh masyarakat adalah tari Daun Pufus Keser Bojong dan tari Rendeng Bojong, yang keduanya merupakan jenis tai putrid dan berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali dan Pepen Dedi Kurnaedi. Awal kemunculan tarian tersebut sempat menjadi perbincangan, dimana isu sentralnya adalah gerakan yang erotis dart vulgar. Namun dari ekspos beberapa media cetak, nama Gugum Gumbira mulai dikenal masyarakat, apalagi setelah Tari Jaipongan pada tahun 1980 dipentaskan di TVRI Stasiun Pusat Jakarta. Dampak dari kepopuleran tersebut lebih meningkatkan frekuensi pertunjukkan, baik di media televisi, hajatan maupun perayaan-perayaan yang diselenggarakan oleh pihak swasta dan pemerintah.
Kehadiran Tari Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para penggarap seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang perhatian. Dengan munculnya Tarl Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat seni taxi unttuk menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan dan dimanfaatkan pula oleh pengusaha-pengusaha Pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan, dimana perkembangan lebih lanjut peluang usaha semacarn ini dibentuk oleh para penggiat taxi sebagai usaha pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar Tan atau grup-grup di beberapa daerah wilayah Jawa Barat, misalnya di Subang dengan Jaipongan gaya kaleran.
Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas dan kesederhanaan (alami/apa adanya). Hal itu tercermin dalam pola penyajian taxi pada pertunjukkannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada Seni jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya Kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya, Jaipongan gaya kaleran ini sebagai berikut : 1) Tatalu ; 2) Kembang Gadung 3) Buah Kawung Gopar ; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinde Tatandakan (seorang Sinden tetapi tidak menyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5) Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukkan ketika para penonton (Bajidor) sawer uang (Jabanan) sambil salam temple. Istilah Jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor).
Perkembangan selanjutnya dari Jaipongan terjadi pada tahun 1980-1990-an, dimana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Man gut, Iring-firing Daun Puring, Rawayan dan Tari Kawung Anten. Dari taritarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepi, Agah, Aa Suryabrata dan Asep Safaat.
Dewasa ini Tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas kesenian Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acaraacara penting yang berkenaan dengan tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat, maka disambut dengan Tari Jaipongan. Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke mancanegara senantiasa dilengkapi dengan Tari Jaipongan. Tari Jaipongan banyak mempengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukkan wayang, degung, genjring/terebangan. kacapi jaipong dan hampir semua pertunjukkan rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong menjadi kesenian Pong-Dut. (Sumber : www.westjavatourism.com)
sumber gambar: http://indonesian-dance.com/jaipongan.jpg
Tarian Jaipong Seni Tari Asal Jawa Barat
23-05-2008 07:21
Jaipongan adalah seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira. Ia terinspirasi pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan atau Bajidoran atau Ketuk Tilu. Sehingga ia dapat mengembangkan tarian atau kesenian yang kini di kenal dengan nama Jaipongan.
Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari “Daun Pulus Keser Bojong” dan “Rendeng Bojong” yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Awal kemunculan tarian tersebut semula dianggap sebagai gerakan yang erotis dan vulgar, namun semakin lama tari ini semakin popular dan mulai meningkat frekuensi pertunjukkannya baik di media televisi, hajatan, maupun perayaan-perayaan yang disenggelarakan oleh pemerintah atau oleh pihak swasta.
Dari tari Jaipong ini mulai lahir beberapa penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kirniadi. Kehadiran tari Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para pencinta seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang di perhatikan. Dengan munculnya tari Jaipongan ini mulai banyak yang membuat kursus-kursus tari Jaipongan, dan banyak dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk pemikat tamu undangan.
Di Subang Jaipongan gaya “Kaleran” memiliki ciri khas yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan. Hal itu tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang.
Tari Jaipongan pada saat ini bisa disebut sebagai salah satu tarian khas Jawa Barat, terlihat pada acara-acara penting kedatangan tamu-tamu dari Negara asing yang datang ke Jawa Barat, selalu di sambut dengan pertunjukkan tari Jaipongan. Tari Jaipongan ini banyak mempengaruhi pada kesenian-kesenian lainnya yang ada di Jawa Barat, baik pada seni pertunjukkan wayang, degung, genjring dan lainnya yang bahkan telah dikolaborasikan dengan Dangdut Modern oleh Mr. Nur dan Leni hingga menjadi kesenian Pong-Dut.
erwan rosmana adalah kontributor swaberita dan dapat dihubungi di erwan.rosmana@tijecorp.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar